🥃 Kisah Sunan Gunung Jati Dan Nabi Khidir

Kisahperjumpaan sunan gunung jati dengan nabi khidir. Ada perasaan tenang dan tenteram dengan mencintai kekasih allah swt. Tetapi disebabkan bajet tidak mengizinkan, maka dibina sebuah masjid dengan 20 kubah. Kisah perjumpaan sunan gunung jati dengan nabi muhamad saw diceritakan dalam naskah mertasinga pupuh v.13 s/d v.22, kisah ini Sunan Gunung Jati dalam sejarah dikenal sebagai salah satu anggota Walisongo yang mendakwahkan Islam di bagian barat pulau Jawa. Selain sebagai sorang anggota Walisongo beliau juga merupakan Penguasa atau Raja Cirebon ke II. Sunan Gunung Jati hidup selama 120 tahun, dan lebih dari 90 tahun hidupnya dibaktikan untuk mensyiarkan Islam diseluruh tanah Pasundan. Lika-liku kehidupan Sunan Gunung Jati banyak diceritakan dalam naskah-naskah klasik milik kesultanan Cirebon, maupun milik masyarakat. Syukurnya dalam naskah-naskah tersebut memuat kabar mengenai sejarah perjalanan Sunan Gunung Jati dari lahir hingga kewafatannya. Oleh karena itu dalam artikel ini akan dibahas secara tuntas mengenai Sejarah Sunan Gunung Jati, dari lahir hingga Wafat. Kelahiran Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati lahir di Mesir pada sekitar tahun 1402 Masehi, beliau merupakan anak dari pasangan Sultan Hud dan Dewi Rara Santang. Ayahnya merupakan penguasa Banisrail Mesir-Palestina, sementara ibundanya merupakan puteri Prabu siliwangi, seorang Raja dari Kerajaan Sunda. Baca Juga Biografi Sunan Gunung Jati Kisah kelahiran Sunan Gunung Jati dimulai dari kisah Dewi Rara Santang yang mendapatkan jodoh ketika sedang melaksanakan ibadah haji di Mekah. Ketika menikah dewi Rara Santang dikisahkan mengajukan syarat kepada calon suaminya, syaratnya adalah Dewi Rara Santang mau dinikahi dengan syarat apabila ia memiliki anak laki-laki, ia harus tinggal ke tanah leluhurnya Sunda untuk menyebarkan agama Islam disana. Syarat itu pun kemudian disanggupi oleh Sultan Hud. Berjalananya waktu, Dewi Rara santang mengandung, dan kemudian melahirkan seorang anak pertamanya yang ternyata berjenis kelamin laki-laki. Anak yang baru dilahirkan itu kemudian dinamai Syarif Hidayatullah. Baca Juga Kisah Perkawinan Dewi Rarasantang Dengan Sultan Hud Setelah kelahiran Syarif hidayatullah, bapaknya rupanya sangat sayang terhadap anaknya, pesta kelahiran Sunan Gunung Jati dikisahkan digelar dengan besar-besaran, meriam dibunyikan, bahkan pesta syukurnya digelar tiga hari tiga malam. Sunan Gunung Jati kecil menjadi anak yang beruntung, sebab selain putera seorang pembesar, beliau juga rupanya dicintai oleh ayahnya. bahkan saking cintanya ia lupa tentang janjinya dahulu untuk membiarkan Syarif hidayatullah hidup di Pulau Jawa. Setelah 2 tahun kelahiran Syarif Hidayatullah, dikisahkan Dewi rarasantang kemudian melahirkan lagi anak keduanya, yang kelak diberinama Syarif Nurullah. Pada umur 7 tahun syarif hidayatullah kecil dibawa oleh Bapaknya untuk berziarah ke makam Nabi di Madinah. Pada saat berziarah di makam Nabi inilah, Sultan Hud dikabaran mendapatkan wisik bahwa kelak anak itu akan mejadi Wali ditanah kelahiran ibunya. Barulah kemudian Sultan Hud ingat kemabali akan janjinya. Masa Kanak-Kanak Sunan Gunung Jati Pada umur 12 tahun, Syarif Hidayatullah ditinggal wafat oleh bapaknya, sebagai anak laki-laki pertama ia kemudian diangkat menjadi pewaris tahta. Masa kanak-kanak Sunan Gunung Jati dikisahkan dihabiskan dengan belajar, beliau dikisahkan sebagai anak yang gemar mengunjungi perpustakaan. Dari seringnya Syarif Hidayatullah membaca-baca buku di Perpustakaan, ia kemudian menemukan sebuah kitab langka, kandungan kitab langka itu dikisahkan membahas mengenai sosok Nabi Muhamad. Dalam kitab tersebut digambarkan mengenai kesejatian dan riwayat hidup Nabi Muhamad. Setelah sekian lama membaca kitab itu, Syarif Hidayatullah dikisahkan tertarik kepada kepribadian sang Nabi, ia ingin mecontoh Nabinya, dan karena terlalu mencintai dan mengagumi sosoknya, ia kemudian ingin berjumpa dengan sang Nabi. Ketertarikan dan keinginan Syarif Hidayatullah untuk bejumpa dengan nabi Muhamad itu kemudian diutarakan kepada ibundanya. Betapa terkaget-kagetnya Ibunda Syarif Hidayatullah mendengar rengekan anaknya yang ingin berjumpa dengan sang Nabi. Dewi Rarasantang kemudian memberikan penjelasan kepada anaknya bahwa Nabi Muhamad telah lama wafat dan dimakamkan di Madinah, jadi tidak mungkin bertemu dengannya. Setelah peristiwa itu, keinginan Syarif Hidayatullah untuk dapat berjumpa dengan Nabi Muhamad akhirnya dapat diredam oleh Ibundanya, diredam untuk beberapa waktu, sebab pada saat Syarif Hidayatullah memasuki usia remaja, keingininan untuk berjumpa dengan Nabi Muhamad ini rupanya timbul kembali. Masa Remaja dan Masa-masa menuntut Ilmunya Sunan Gunung Jati Pada sekitar umur 15-17 tahun, kecintaan Syarif Hidayatullah terhadap nabinya sudah memuncak, ia ingin mengembara mencari Nabi Muhamad, ia pun kemudian meminta izin kepada ibunya untuk mengemabara mencari Nabi Muhamad, kali ini Syarif Hidayatullah sudah pintar, ia sudah bisa berpendapat. Ia meyakinkan Ibunya, bahwa meskipun Nabi Muhamad telah wafat, tapi dia yakin jika Allah mengizinkan ia akan bertemu sang Nabi. Dengan terpaksa dikisahkan Ibundanya mengizinkan anak pertamanya itu untuk mengembara mencari Nabi Muhamad. Setelah mendapat bekal yang cukup, Syarif Hidayatullah remaja kemudian dikisahkan mengembara ke Zazirah Arab untuk mencari sang Nabi, dari satu tempat ke tempat ia cari ternyata sang Nabi tidak dapat ditemukan. Setelah 100 hari pengembaran, rasa letih Syarif Hidayatullah membawanya tertidur dibawah pohon rindang, dalam keadaan tidur itulah kemudian Syarif Hidayatullah muda masuk kedalam alam lain. Ia bertemu dengan Nabi Khidir, sang Nabi mengangkatnya menjadi Wali. Iapun kemudian dibawa oleh Nabi Khidir untuk menemui Nabi Muhamad. Syarif Hidayatullah kemudian berjumpa dengan Nabi Muhamad dalam alam itu, beliau diberikan nasihat oleh Nabi, sekaligus juga diperintahkan oleh Nabi agar melaksanakan Ibadah Haji dan mencari guru untuk belajar agama. Setelah perjumpaan dalam alam mimpi itu, Syarif Hidayatullah kemudian terbangun, dan merasa puas hatinya, karena telah berjumpa dengan nabinya. Setelah peristiwa itu, Syarif Hidayatullah kemudian dikisahkan melaksanakan Haji dan untuk selanjutnya berguru kepada para Ulama yang ada di timur tengah. Sebelum akhirnya beliau pulang ke Istananya untuk menjumpai Ibundanya. Masa Dewasa dan Pengembaraan Sunan Gunung Jati ke Cirebon dan Pasundan Setelah pulang dari Pengembaraan panjangnya, hingga ia menjadi seorang dewasa, Syarif Hidayatullah muda kemudian ditugaskan oleh Ibundanya untuk menyebarkan agama Islam ditanah Sunda, di tanah nenek moyangnya. Ibundanya berpesan agar apabila anaknya telah sampai di Pasundan ia diharuskan terlebih dahulu menemui pamanya Raden Walangsungsang di Cirebon. Syarif Hidayatullah kemudian berangkat dari Mesir menuju ke Pasundan, akan tetapi perjalananya itu rupanya terlebih dahulu mengantarkannya ke Pasai, di Pasai ia kemudian berguru pada ulama-ulama disana, sebelum akhirnya ia berangkat kembali ke tanah Jawa untuk melanjutkan perjalanannya. Cirebon kala itu sudah menjadi kerajaan otonom dibawah kekuasaan Pajajaran, Cirebon diperintah oleh Raden Walngsungsang yang sudah memeluk Islam. Ketika sampai di Cirebon, Syarif Hidayatullah kemudian menemui pamannya, dan mengungkapkan jati dirinya dihadapan pamanya bahwa ia anak Rarasantang, adik pamannya. Kedatangan Syarif Hidayatullah di Cirebon kemudian disambut baik oleh Pamannya, ia kemudian ditugaskan oleh Pamannya untuk menyebarkan Islam di Cirebon dan sekitarnya, maka setelah itu Syarif Hidayatullah kemudian menetap di Cirebon, dan terus berkeliling Cirebon untuk mengislamkan masyarakatnya dengan mendapatkan legitimasi dan fasilitas dari Kerajaan Cirebon. Dari seringnya Syarif Hidayatullah melakukan dakwah di pelosok-pelosok kampung, ia kemudian mendapatkan jodoh pertamanya, ia menikah dengan Nyimas Babadan, seorang Putri Ki Gede Babadan yang berhasil di Islamkannya. Baca Juga Nyimas Babadan Istri Pertama Sunan Gunung Jati Setelah berjalannya waktu, rupanya Pangeran Walangsungsang tidak juga mendapatkan anak laki-laki, maka oleh karena itu, ia pun mengawinkan anak kesayanganya Nyimas Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah, dan untuk kemudian menyerahkan tahta Cirebon kepada menantu sekaligus keponakannya. Meskipun demikian setelah pernikahan keduanya Pangeran Walangsungsang keumudian dikisahkan memperoleh anak laki-laki. Sunan Gunung Jati diangkat Menjadi Sultan Cirebon Dua tahun setelah Syarif Hidayatullah menjadi penguasa Cirebon, kondisi perpolitikan di Pasundan kemudian berubah drastis, Kerajaan Sunda dikisahkan anti terhadap orang Islam, mereka dipengaruhi Portugis untuk membatasi keberadaan orang-orang Islam di Pasundan. Mendapati hal itu, maka untuk kemudian Cirebon memproklamirkan diri untuk merdeka dari Pajajaran, dan untuk kemudian mengadakan persekutuan dengan Kesultanan Demak. Selain menjadi Raja di Cirebon, Syarif Hidayatullah juga diangkat menjadi Dewan Wali Kesultanan Demak dengan tugas wilayah barat pulau Jawa. Sunan Gunung Jati Memerintah Kesultanan Cirebon Kendali pemerintahan Cirebon ditangan Syarif Hidayatullah dikisahkan sebagai masa keemasan Cirebon, lebih dari 60 tahun beliau memerintah Cirebon, dalam masa pemerintahannya itu, beliau membangun Cirebon secara besar-besaran, mulai dari membangun Istana, Masjid, Kota dan memperbaharui pelabuhan. Dalam masa Sunan Gunung Jati juga dikisahkan Cirebon mampu menaklukan Galuh, dan bahkan sukses menyebarkan ajaran Islam hingga menjadi agama yang banyak dipeluk rakyat pasundan, selain itu dalam masa beliau juga Cirebon bersama Demak berhasil menaklukan Sunda Kelapa dan mendirikan Kesultanan Banten di wilayah paling barat pulat Jawa. Istri dan Keturunan Sunan Gunung Jati Selama hidupnya Sunan Gunung Jati pernah memiliki 6 orang Istri, dari keenam istinya itu beliau kemudian memiliki 12 putera dan Puteri. Kelak keturunannya itu kemudian menjadi penguasa di Cirebon dan diluar Cirebon, turut juga menyebarkan Islam, sehingga Pasundan pada kemudiannya berubah menjadi negeri Islam. Yaitu suatu negeri yang mayoritas masyarakatnya memeluk ajaran Islam. Baca Juga Keturunan Sunan Gunung Jati dari Istri-Istrinya Detik-detik Wafatnya Sunan Gunung Jati Masa-masa sepuh Sunan Gunung Jati dihabiskan di Gunung Sembung, sementara pemerintahan diserahkan kepada menantunya Fatahillah, mengingat anak-anak Sunan Gunung Jati yang dinobatkan menjadi penggantinya telah wafat terlebih dahulu. Tepat pada umur 120 tahun, Sang Sultan sekaligus wali Cirebon menghembuskan nafas terakhirnya di Gunung Sembung, beliau wafat ditempat yang sederhana, dikishkan beliau wafat diatas bantal yang terbuat dari batu, sementara tikarnya terbuat dari daun Rundamala. Baca Juga Kisah Wafatnya Sunan Gunung Jati Demikianlah kisah mengenai Sunan Gunung Jati yang dikisahkan dibebrapa naskah Cirebon, semoga kisah di atas dapat menghilangkan dahaga keingin tahuan anda seputar sejarah Sunan Gunung Jati secara ringkas dan lengkap.
SunanGunung Jati Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati.
Kisah Perjumpaan Sunan Gunung Jati Dengan Nabi Muhamad SAW diceritakan dalam Naskah Mertasinga Pupuh s/d kisah ini sebenarnya rentetan dari kisah pengembaraan Syarif Hidayatullah muda setelah beliau menemukan kitab usul kalam yang ditemukannya di Gedong Agung Istana Banisrail. Kitab tersebut dikisahkan ditulis dengan menggunakan tinta emas dan didalamnya membahas mengenai hakikat Nabi Muhammad dan menjelaskan mengenai Dzat Allah yang maha suci. Setelah membaca kitab tersebut, Syarif Hidayatullah muda begitu kuat hatinya ingin berjumpa dengan Nabi Muhamad. Waktu itu Syarif Hidayatullah berumur 12 Tahun. Penggalan Translit Naskah Mertasinga Tentang Perjumpaan SGJ Dengan Nabi Muhamad SAW Sebelum itu ayah Syarif Hidayatullah penguasa mesir dan Palestine Sultan Hud telah mangkat. Maka diputuskanlah kemudian yang menjadi penerus tahta adalah Syarif Hidayatullah karena beliau merupakan anak laki-laki pertama dari Sultan Hud dan Ratu Nyimas Larasantang Nama Larasantang diganti menjadi Sayarifah Mudaim setelah beliau menjadi Ratu. Baca Juga Keris Sangyang Naga, Pusaka Sunan Gunung Jati Kisah Wafatnya Sunan Gunung Jati Akan tetapi sebelum penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan dilaksanakan, Syarif Hidayatullah muda mengutarakan isi hatinya supaya di ijinkan mengembara mencari Nabi Muhamad SAW kepada ibunya. Alangkah terkaget-kagetnya Ibunda Syarif Hidayatullah, dalam keadaan itu kemudian Ibunda Syarif Hidayatullah berkata “Wahai anaku bukankah Nabi Muhamad telah wafat dan dikuburkan di Madinah, Anaku, bagaimana mungkin ananda bisa berjumpa dengan beliau?, sudahlah anaku, janganlah engakau pergi!” Mendapati gelagat aneh dari anaknya itu, Ratu Nyimas Larasantang merasa khawatir dan memberitahukan kepada patihnya yang bernama Patih Onka. Sang Patih kemudian membujuk Syarif Hidayatullah muda, bujuknya agar jangan mengembara, sebab Nabi Muhamad sudah wafat dan telah dikuburkan di Madinah lagipula penobatan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banisrail segera dilaksanakan. Namun Syarif Hidayatullah sudah kuat hatinya, ingin mengembara mencari Nabi Muhamad, demikian katanya terhadap Sang Patih “Paman aku tidak mengangap beliau telah wafat, karena itu adalah urusan Allah yang bersifat maha pengasih. Apakah Paman pernah mendengar ada orang yang telah wafat kemudian datang menemui orang hiidup?, memang Allah itu maha kuasa. Susah atau mudahnya kita serahkan kepada Allah, begitu tambah Syarif Hidayatullah dengan keyakinan penuh” Stelah peristiwa itu, kemudian Syarif Hidayatullah muda meninggalkan Istana dan mengembara mencari Nabi Muhamd SAW. Dalam pengembaraanya itu Syrif Hidayatullah dikisahkan mengunjungi Makam Nabi Sulaiman di Pulau Majeti. Beliau juga kemudian terdampar di Jabal Kahfi, dan dalam perjalanan selanjutnya dimana Syarif Hidayatullah Muda dalam keadaan lelah setelah seratus hari seratus malam tak kunjung menemukan Nabi Muhamad SAW, Syarif Hidayatullah dibawa kedalam alam dimensi lain, beliau melihat alam nyawa dimana tempat berkumpulnya nyawa orang-orang yang telah wafat dalam perang sabil berada. Dalam alam Nyawa itu, Syarif Hidayatullah kemudian didatangi oleh Nabi Khidir, dan beliau mengabarkan kabar gembira kepada Syarif Hidayatullah, bahwa keinginannya untuk dapat bertemu Nabi Muhamad akan terlaksana, Sang Nabi Khidirpun kemudian mengangkat Syarif Hidayatullah menjadi Waliullah. Dengan menunggangi Kuda yang bernama Kuda Sembrani, Nabi Khidir kemudian membawa Syarif Hidayatullah melesat bagaikan kilat, tenggelam dalam ketidaktahuan arah, utara-barat-timur maupun selatan. Alam menjadi gelap gulita hingga akhirnya sampailah kepada suatu tempat yang terang benerang keduanya tiba di Gunung Mirah Wulung. Setelah Syarif Hidayatullah muda turun dari kudanya, kemudian Nabi Khidir meninggalkan beliu sambil berpesan, “Engkau tunggulah disini dengan sabar, nanti aka ada yang datang kepadamu, nanti akan kau lihat sendiri” Selang beberapa lama setelah masa penantian, datanglah seekor burung putih keluar dari puncak gunung mendatangi Pemuda Syarif dan kemudian membawanya naik kepuncak gunung Mirah Wulung. Syarif Hidayatullah muda dibawa ke Masjid Kumala. Tanpa diketahui kedatangannya, kemudian terlihat Rasullalah, cahayanya menyilaukan memancar menerangi alam sekelilingnya. Syarif Hidayatullah lalu menghambur untuk bersujud dihadapan Nabi, akan tetapi bahunya segera diangkat oleh Nabi, dan Sabdanya “Nanti kamu Kafir kalau menyembah sesama manusia.!, sebab sejak awalnya sujud itu hanya kepada Allah” Pemuda Syarif kemudian berkata “Hamba mohon Syafaat, baiat kepada sejatinya, semoga selamat dunia samppai akhirat”Kemudian Rasul Bersabda Alih Aksara Naskah Mertasinga Sabda/Nasihat Nabi Kepada SGJ Artinya “Hai anak muda, yang akan menjadi pengganti diriku. Ingatlah kamu selalu kepada sesama hidup. Karena hidup itu tidak berbeda, tidak bisa dibunuh karena sukmanya itu Allah. Jangan sampai nanti terlambat, hanya ada satu tak ada duanya, yaitu itulah engkau adanya. Namun lahir harus memaki Tirai, untuk meramaikan Negara, berikan petunjuk kepada hamba Allah, berhati-hatilah dalam tutur kata. Sempurnakanlah amal syariat yang utama dengan berbakti kepada ayah dan bunda, dan kunjungilah Ka’bah Allah, carilah guru yang saleh dan janganlah meninggalkan adat dunia, hanya itulah nasihatku” Maka selesai sudah baitanya Rasullallah. Syarif Hidayatullah pun kemudian bersukur karena tercapai sudah keinginanya yaitu berjumpa dengan Nabi Muhamad SAW. Setelah peristiwa itu kemudian Syarif Hidayatullah muda kembali ke Istana. Menemui Ibunya yang lama beliau tinggalkan. Akan tetapi ketika beliau berada di Istana, beliau selalu teringat akan nasihat Nabi agar supaya beliau menunaikan Haji dan mencari guru yang mulia, beliau pun kemudian berkelana kembali, sampai pada suatu hari beliau bertemu dengan 10 orang Yahudi. Kisah mengenai pertemuan itu, dikisahkan dalam artikel kami yang berjudul "Kisah Sunan Gunung Jati Dan 10 Orang Yahudi" Sampaiakhirnya Nabi Khidir mengangkat Sunan Gunung Jati sebagai Wali Kutub. Dalam khazanah dan tradisi tasawuf istilah wali Qutub sangtalah terkenal. Baca Juga: INILAH SUMUR PITU Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuana Dipercaya Memiliki Banyak Khasiat. Jika di Indonesia sendiri istilah ini sering melekat dalam tradisi masyarakat Nahdliyin. PORTAL MAJALENGKA - Sebelum menjadi Sultan di Kesultanan Cirebon, Sunan Gunung Jati bertemu Nabi Khidir. Portal Majalengka akan memberikan kisah keberhasilan Sunan Gunung Jati bertemu dengan Nabi Khidir dan Kesuksesan dalam memimpin kesultanan Cirebon dari Naskah Mertasinga. Dalam kedudukannya sebagai penguasa Cirebon, Sunan Gunung Jati dengan nama Syarif Hidayatullah bergelar Susuhunan Cirebon atau Susuhunan Jati atau Sinuhun Purba. Baca Juga KISAH Sunan Gunung Jati Cucu Prabu Siliwangi Membangun Kesultanan Cirebon Ia bersemayam di Keraton Pakungwati yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana. Penobatan Syarif Hidayatullah didukung pula oleh para kepala wilayah pesisir utara dan dikukuhkan oleh dewan wali yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Para wali menetapkan Susuhunan Jati Susuhunan Cirebon sebagai Panetep Panatagama Rasul rat Sundabhumi. Baca Juga Simak Harga Rata-Rata Minyak Goreng dan Sejumlah Bahan Pangan Jelang Ramadhan Dengan demikian susuhunan Jati kemudian terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati merupakan “pandita ratu”, karena selain sebagai kepala pemerintahan penguasa ia berperan sebagi wali penyebar agama Islam. .